Makanan Cepat Saji

Seperti yang pernah aku ceritain beberapa waktu lalu, beberapa bulan terakhir ini aku lagi terus menerus membaca buku-buku tentang gaya hidup. Salah satu buku yang pertama aku baca tentang makanan adalah Fast Food Nation, yang sekarang sudah ada edisi bahasa Indonesianya: Negeri Fast Food.

Memang terjemahannya kurang pas buat aku tetapi lumayan membantu. Baca buku ini membawa kita melihat industri makanan fast food di Amerika. Eric Schlosser membuka semua hal tentang industri yang satu ini. Buku ini bercerita bagaimana industri ini berkembang, sebuah cerita yang cukup menggugah dan inovatif pada masanya, dan juga bercreita soal bagaimana kentang goreng itu bisa terasa begitu enak (percayalah, lebih baik tidak tahu!) sampai ke nasib para pekerjanya dan tentu saja bagaimana itu mempengaruhi yang namanya globalisasi itu. Schlosser juga melihat bagaimana ini bukan sekedar masalah industri makanan, tapi juga mempengaruhi kebudayaan satu negara, di bukunya: Amerika. Sulit buatku untuk tidak berpikir itu juga terjadi disini.

Kemudian, aku juga menonton super size me, sebuah film Morgan Spurlock yang memenangkan beberapa penghargaan dan di-claim sebagai “a film of epic portions“. Morgan Spurlock secara spesifik menembak McDonalds. Ia menjadikan dirinya obyek studi dengan tidak memakan apapun kecuali produk McDonalds selama 30 hari penuh: makan pagi, siang dan malam.

Spurlock adalah orang dengan kondisi fisik yang memang sangat sehat, dibuktikan oleh berbagai keterangan dan tes dari dokter dan para ahli. Dia memulai pola makan McDonalds dengan muntah-muntah di hari kedua *saking eneuknya kali ya*. Sampai akhirnya bertahan. Dan tahukah anda hasilnya? Bukan saja sekedar bertambah 24,5 lbs (atau sekitar 13 kg), tapi juga kolesterol naik ke 230, ditambah kemungkinan mengalami gagal jantung dua kali lipat, depresi, kecapaian, liver yang rusak dan masih banyak lagi.

Banyak hal dari dua buku tersebut yang tumpang tindih dan saling mengkonfirmasi. Mereka bukan yang pertama, dan jelas, tampaknya, bukan yang terakhir, yang mencoba mengupas McDonalds (tentu saja ada lebih dari satu berbagai bantahan, sanggahan terhadap semua tulisan tersebut dari pihak corporate!)

Satu buku lain yang belum selesai dibaca adalah Masyarakat Konsumsi. Sebetulnya sebuah karya klasik dari Jean P. Baudrillard yang muncul 1970 berjudul asli La Societe de consommation, jauh di kala masalah konsumsi menjadi sebuah perbincangan hangat. Baudrillard, butuh waktu untuk membacanya. Disini juga melihat bagaimana melihat barang-barang yang kita konsumsi yang memang kita butuhkan dengan yang kita butuhkan untuk memenuhi gaya hidup kita.

Membaca dan menonton film itu, membuat cukup miris. Rasanya, kita memang cenderung tidak memperhatikan apa yang kita makan, fast food menjadi gaya hidup (sampai-sampai anak kecil akan lebih mengenal Ron McDonalds ketimbang tokoh sejarah/ilmuwan), kemudahannya begitu menyenangkan, berbeda dengan memasak makanan sehat di rumah yang tampak jadi sangat merepotkan. Kita juga memberikan begitu banyak uang untuk corporate yang begitu makmur tanpa sadar mereka mengambil uang itu diatas kerugian-kerugian yang kita alami. Bukan saja untuk makanan, tapi untuk banyak barang yang kita (pikir) dibutuhkan.

Kita tidak bisa mengabaikan ini semua begitu saja. Kita bisa makan tanpa harus menjadi gendut, sakit dan ditipu. Harapanku, sebagaimana Schlosser, akan ada abad baru yang menghadirkan rasa enggan berkompromi, berkurangnya ketamakan, bertambahnya belas kasihan, berkurangnya kecepatan, bertambahnya akal sehat, serta gurauan akan hakikat dan kesetiaan merk, pandangan akan makanan yang lebih dari sekadar bahan bakar. Tokh, kita tidak pernah dipaksa untuk membeli fast food, atau membeli ponsel merk terbaru, kan?. Kita punya pilihan. Pilihan untuk hidup lebih baik, berpikir lebih jauh terhadap apapun yang kita beli, makanan ataupun barang. Pilihan apa yang akan anda ambil?

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Site Footer