Kapuściński: Foto, Perang dan Ide Tulisan

Ada dua tulisan yang harus aku baca. Shah of Shahs dan The Soccer War. Aku menyelesaikan Shah of Shahs  dan mendapati nama Ryzard Kapuściński. Lebih lanjut ditulis “Translated, from the Polish, by William R. Brand and Katarzyna Mroczkowska-Brand. This the first part of a two-part article.”

Ah, aku sudah nyaris meninggalkan tulisan kedua. Maksudku, tadinya tulisan kedua akan aku baca besok hari. Begitu tahu pengarangnya orang Polandia, aku langsung mengontak seorang sahabat. Penasaran. Ingin tahu, siapa sih Ryzard Kapuściński. Jawabannya, “Everybody knows him. He was the greatest correspondent and one of the best writers of non-fiction literature. Died this year. I can recommend every book he wrote.”

Waktu aku tanya lebih jauh, tentang dua tulisan yang menjadi pekerjaan rumah, ia bilang,”Regarding two stories he made, both of them are great”.

Hasrat meneruskan bacaan jadi lebih tinggi. Sebetulnya, aku penasaran dengan bahasa aslinya. Aku ingin sekali mengetahui bagaimana Ryszard Kapuściński memakai bahasa. Sayangnya pengetahuanku untuk bahasa Polandia terbatas pada bilangan dan beberapa kalimat salam dan permintaan tolong. Sisanya, aku harus bilang, nie rozumiem, aku tidak mengerti.

Untungnya, tulisan sudah diterjemahkan. Jadi aku bisa mengerti apa yang disampaikan oleh Kapuściński. Bahkan tulisan kedua menjadi jauh lebih menarik buat aku, lagi-lagi karena seorang kawan baik yang berasal dari Honduras.

Shah of Shahs agak sulit aku ikuti. Awalnya. Lama-lama, aku terkesima. Kapuściński bercerita melalui foto-foto (dan catatan percakapan). Bercerita berbekal foto. Foto. Dokumentasi visual. Konon, gambar bisa berbicara seribu kata. Tapi cobalah untuk menuliskan ulang sebuah foto, sulit bisa menjadi seribu kata. Barangkali sepuluh kata lebih tepat. Setidaknya, itu kalau aku yang disuruh bercerita. Ia menulis dari foto yang paling pertama ia terima. Itu adalah foto seorang prajurit yang memegang ranti di tangan kanannya dan seorang lelaki di ujung rantai satunya. Begitu selanjutnya, setiap bagian selalu dimulai dari foto. Bahkan, dia bisa memakai foto yang tersebar luas saat itu. Foto Stalin, Roosevelt dan Churchill duduk di sebuah beranda. Mengherankan bagaimana foto itu kemudian bisa membawa cerita ke kekaguman Shah terhadap Hitler. Bahkan ketika tidak ada foto, ia tetap bisa memaparkan kondisi yang ada. Seperti ketika ia berbicara tentang Ayatollah Khomeini. Foto figur yang satu ini, hanya menggambarkan Khomeini di usia lanjut, Kapuściński tidak pernah berhasil memperoleh foto Khomeini di usia muda.

Butuh pengetahuan untuk bisa menginterpretasi foto. Seperti ketika Kapuściński diperlihatkan foto sekelompok orang yang berdiri di tempat pemberhentian bus di sebuah jalan di Teheran. Awalnya, Kapuscinski tidak melihat sesuatu yang aneh dari foto itu. Sampai ketika pria yang memberi foto tersebut bercerita bahwa foto itu diambil secara sembunyi-sembunyi, takut ketahuan SAVAK, polisi rahasia Shah. Kehadirannya sulit dideteksi, dan itu membuat ketakutan terhadap SAVAK menjadi bertambah besar. SAVAK bahkan bisa saja menjadikan anak umur 3 tahun masuk penjara!

Tulisan kedua, The Soccer War, lebih mudah aku mengerti, walaupun bingung sebetulnya kapan tulisan ini berakhir. Mudah-mudahan hanya karena kesalahan dalam memperbanyak tulisan. Soalnya ada 3 tulisan, yang pertama berjudul The Soccer War, kemudian Victoriano Gomez on TV dan terakhir sebuah tulisan High Time Continued, or The Plan of The Next Unwritten Book, Etc.

Tulisan pertama, bercerita tentang peperangan antara Honduras dan El Savador yang disebabkan oleh pertandingan bola. Intuisi seorang Luis Suarez, membuat Kapuściński berada di Honduras pada waktu kondisi semakin memburuk. Menjadi wartawan asing pertama yang mengabarkan langsung kejadian tersebut.

Aku membaca kisah peperangan ini dengan trenyuh. Terutama ketika Kapuściński menulis “He was a recruit, a dirt farmer; he had been called up a week ago, he didn’t know the army; the war meant nothing to him. He was trying to figure out how to survive it.”

Bukan hanya penyebab peperangan yang tampak begitu konyol dibandingkan apa yang terjadi dengan kasus shah, tetapi juga miris dengan 6000 orang yang harus mati sia-sia. Huh, sepak bola, memang bukan sekedar permainan olahraga!

Sebetulnya, aku malah tertarik dengan tulisan terakhir (tulisan kedua, membuat aku bergidik). Dia bisa menulis dari kata. Silence. Spirits. Hierarchy. Locked Up. Fortress. State Visit. Life. Apakah ini ide-ide untuk tulisan-tulisan baru? Aku hanya menebak-nebak. Membaca bagian ini seperti baca blog. Tapi rasanya saat itu belum ada blog (aku tidak tahu kapan tulisan ini dibuat). Barangkali seharusnya ini yang aku lakukan untuk tulisan panjangku.

Ah, membaca tulisan Kapuściński tidak bisa sekali jadi. Aku musti beberapa kali bolak-balik baca ulang. Kata-kata yang tidak terlalu mudah. Cara menulis yang tidak biasa (kecuali The Soccer War). Tapi, kok ya membuat rasa penasaran.

Tidak apa-apa, aku akan membaca lagi tulisan-tulisan ini. Seperti kata Paweł, “Have a nice reading.” Ah, ya. Pasti. Pasti.

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Site Footer